TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Ikatan Profesi Spa Wellness Indonesia (IWSPA) Yulia Himawati meminta pemerintah mengkaji ulang beberapa aturan terkait pajak hiburan 40 hingga 75 persen, terutama di industri spa.
Aturan perpajakan ini tertuang dalam UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).
“Saya berharap segera diproses. Undang-undang tersebut harus ditinjau oleh lembaga legislatif DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Tapi memang butuh waktu yang cukup lama,” kata Yulia saat jumpa pers di Jakarta Selatan, Kamis, 18 Januari.
Ia menyebutkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan telah meminta penundaan kenaikan pajak sebesar 40-75 persen untuk usaha hiburan seperti diskotik, karaoke, dan spa. Oleh karena itu, peraturan daerah diharapkan dapat mengikuti keputusan tersebut.
Julia juga menyampaikan kekecewaannya atas nama pengusaha spa karena industri spa tergolong hiburan sehingga dikenakan pajak sebesar 40-75 persen. Klasifikasi ini bertentangan dengan Peraturan Menteri Pariwisata No. 11/2019, yang secara jelas mengidentifikasi spa sebagai bagian dari industri kesehatan.
Agnes Lourda Hutagalung, Presiden Wellness Healthcare Entrepreneurs Association (WHEA), juga mengaku pihaknya tidak pernah berkonsultasi dengan pemerintah mengenai peraturan tersebut. “Pemerintah belum mengkomunikasikan hal ini kepada para pelaku industri,” tegasnya.
Menurutnya, WHEA mendatangi DLR untuk membahas masalah perpajakan, namun DLR melakukan negosiasi dengan kementerian terkait dalam hal ini Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. WHEA juga telah berusaha menghubungi kementerian namun belum mendapat tanggapan.
Depkes. KHORY ALFARIZI
Pilihan Editor: Perusahaan-perusahaan Indonesia telah menyerang kenaikan pajak hiburan
klik disini memperoleh berita terkini Tempo di Google News
Quoted From Many Source